Kalau melihat fenomena yang terjadi di daerah-daerah sekarang ini menunjukkan bahwa tata ruang yang ada di Indonesia pada umumnya belum dimanfaatkan sebagai pola, acuan dan alat kontrol dalam proses pembangunan tetapi sebagai legalitas/pengesahan bagi tindakan pemerintah. Penataan ruang berada diantara aspek lingkungan dan kepentingan publik dengan aspek komersial, dan pemerintah cenderung memenangkan aspek komersial tersebut. Hal ini didukung dengan kesalahan pemerintah daerah dalam memaknai otonomi daerah dengan upaya bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan PDRB daerah sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan pemerintah di daerah. tidak mengherankan jika banyak ruang-ruang publik yang berfungsi sebagai paru-paru kota, jalur hijau kota bahkan kawasan lindung dialihfungsikan sebagai tempat usaha tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung daerah tersebut.
Penataan ruang hendaknya mengutamakan keseimbangan antara sector public, private dan keberlangsungan lingkungan hidup.
Dalam perencanaan penataan ruang di Indonesia, banyak hal yang dapat menjadi pertimbangan agar rencana tata ruang yang disusun benar-benar mampu memberikan warna, pola dan menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang sehingga efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang akan dapat tercapai. Beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu produk tata ruang yaitu:
1) Dalam perencanaan tata ruang hendaknya mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan aspek lainnya diluar aspek fisik. Selama ini rencana tata ruang masih cenderung mengutamakan aspek fisik dalam artian masih berkaitan dengan pola penggunaan lahan, sistem infrastruktur, dan lainnya. Sedangkan aspek-aspek lainnya belum dapat tercover dalam rencana tata ruang yang ada antara lain aspek sosial budaya masyarakat sekitar, sehingga terkadang suatu rencana secara fisik dapat dilaksanakan namun bertentangan dangan budaya masyarakat sekitar. Untuk itu pelibatan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang mutlak dilaksanakan.
2) Penyusunan rencana tata ruang kota hendaknya mampu mengcover dan mengakomodir semua kepentingan stake holder dan tidak bersifat paternalistik yang senantiasa mengedepankan dan mengutamakan kepentingan para elite daerah, sehingga rencana tata ruang yang ada menyesuaikan dengan kepentingan-kepentingan yang hanya menguntungkan segelitir orang saja. Tidaklah mengherankan jika aturan yang berisikan struktur tata ruang daerah dapat dirubah dalam waktu sekejap dengan kesepakatan bersama antara elite legislatif dan eksekutif daerah.
3) Rencana tata ruang yang ada hendaknya dapat lebih mendetail sehingga dapat menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang yang ada. Saat ini rencana tata ruang umumnya masih bersifat general sehingga sering kali menimbulkan kesalahan penafsiran dalam melihat suatu struktur tata ruang yang ada, dengan sifat general itu dapat dijadikan celah dalam mengelabuhi aturan yang ada sehingga kegiatan yang dilaksanakan diruang tertentu dapat dilegalitaskan.
4) Rencana tata ruang daerah hendaknya dapat menunjukkan warna dan karakter tersendiri dari suatu daerah, hal ini berkaitan dengan kemampuan sumber daya daerah yang ada. Sekarang ini banyak rencana tata ruang yang sifat dan polanya cenderung seragam, hal ini terjadi dimana dalam penyusunan rencana tata ruang suatu daerah mempergunakan rencana tata ruang daerah lain sebagai acuan dan perbandingan bukannya menggali dan mengangkat potensi yang dimiliki daerahnya.
5) Rencana tata ruang merupakan sesuatu yang umum sifatnya (dokumen publik) dan berhak untuk diketahui oleh semua kalangan tidak hanya terbatas kepada beberapa orang saja. Sifat sakral dan rahasia yang selama ini dimiliki suatu produk rencana merupakan kesalahan besar, hal ini berakibat kepada ketidaktahuan masyarakat akan suatu perencanaan penataan ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah, hal ini terkadang berakibat kepada munculnya konflik antara masyarakat dengan pemerintah itu sendiri. Terkadang staf di pemerintahan yang membidangi perencanaan juga tidak mengetahui dan memahami rencana tata ruang daerah yang ada, biasanya perencanaan yang ada sifatnya hanya bersifat problem solving dan meneruskan aspirasi masyarakat belum ada yang mempertimbangkan keberadaan ruang dan dukungan lingkungan yang ada.
6) Suatu produk rencana tata ruang hendaknya memiliki suatu kekuatan hukum tetap sehingga penyelewengan dari pelaksanaan ketentuan yang ada dalam rencana tata ruang itu dapat dikenai sanksi. Akibat dari tidak adanya kekuatan hukum serta adanya sifat flesibellitas yang dimiliki rencana tata ruang menjadikan rencana tata ruang yang ada disalahgunakan dan dikendalikan untuk mengikuti trend yang ada baik oleh kekuatan pasar maupun kepentingan elite daerah. Terkesan bahwa rencana tata ruang yang ada mengikuti perkembangan dan pembangunan yang terjadi, bukan sebaliknya dimana rencana tata ruang dijadikan pola, acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan.
7) Perlunya pelibatan masyarakat dalam proses penataan ruang daerah, dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah diatur mengenai keikutsertaan masyarakat dalam penataan ruang dengan harapan bahwa akan dapat menampung aspirasi dan mengakomodir kepentingan masyarakat, selain itu juga dapat menjadi suatu alat kontrol terhadap konsistensi pemerintah dalam melaksanakan rencana tata ruang daerah yang telah ditetapkan. Namun dalam implementasinya yang selama ini terjadi adalah bahwa produk rencana hanya merupakan milik perencana dan penguasa daerah, masyarakat jangankan memahami untuk melihat saja suatu produk tata ruang tidak dimungkinkan. Maka jangan salahkan masyarakat jika mereka melanggar tata ruang yang ada karena mereka tidak mengetahui rencana tata ruang yang ada.
Dengan adanya pemahaman dan keinginan pemerintah untuk melaksanakan rencana tata ruang yang ada serta dengan dukungan seluruh stake holder dimasa mendatang diharapkan akan ada suatu keseimbangan antara pelaksanaan rencana tata ruang dengan tata lingkungan.
6 komentar:
Bah, mnarik tulisannya bung..dq spakat bahwa tata ruang yang disusun sebenarnya harus mampu memberikan warna, pola dan menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang sehingga efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang akan dapat tercapai. Sangatlah wajar klo qta mliat tata ruang di beberapa daerah tidak bs diaplikasikan secara murni krn mungkin terjadi benturan berbagai kepentingan...Cmana?
Saran saya kalo boleh kita buat tata ruang kota tercinta ini pak versi yang eksotis, agar ada sedikit surya penerang dalam pembangunan
Trims atas commentnya, memang dalam penataan ruang kota maupun wilayah tidak terlepas dari peran dan dukungan multi stake holder, selain itu juga perlu adanya komitmen untuk berbuat lebih baik baik daerah dan negara tercinta ini.
Kalau boleh ikut nimbrung
Secara konseptual penataan kota bisa dilihat sebagai penataan bangungan - untuk mensejajarkan
MASSA BANGUNAN - MASSA KOTA.
Secara alamiah Massa Kota Sibolga
saat ini tertata sebagai Massa yang terlihat dari arah gunung, kesannya,jauh,tidak detail,suram.
Saya hanya bisa bermimpi, kalau keindahan kota sibolga itu dapat dirancang dengan view yang terlihat dari arah laut.
Ada banyak sekali kota pantai yang bisa dibuat referensi/pelajaran- bisa juga bereksperimen dengan kota pantai yang Futurist.
Trims, atas kepeduliannya.
Kita juga berharap semoga Kota Sibolga nantinya dapat lebih ditata dan dikembangkan lagi di masa mendatang sebagai Water front city.
Salam Bg'Abdul Halim...
Aku setuju dengan bahan pertimbangan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu produk tata ruang yang Abang bilang di atas. Tapi kira2 realisasinya skarang gmana? Punya gambaran u Kota Pangkalpinang? Trimakasih...
Posting Komentar